Pemerintah secara langsung atau tidak memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Semua
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu,
baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut1.Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan
yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden
dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut
dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya.
Sesuai dengan semangat desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk
mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh
bank sentral.
Maka dalam penyusunan dan penetapan APBN dan APBD terlihat
ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini
meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran,
pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran,
penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka
pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Disini
anggaran merupakan alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan
dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran
DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai
penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sehubungan dalam proses belanja negara/belanja daerah
dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit
organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan
DPR/DPRD, yang mana hal inilah menimbulkan banyak problematika dalam
penerapanya dan teknis dilapangan.
Masalah lain yang tidak kalah
pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah
penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran
berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan
evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan
sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan
secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan
perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan
secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja,
memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan
pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta
memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan
pemerintah.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses
penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas
mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas
antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian
negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD. Perlunya efektivitas sistem
pengendalian intern pemerintah (SPIP) berupa peraturan-peraturan teknis yang
harus tertib, menjadi tanggungjawab menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota2.
Munculnya permasalahan lagi dengan hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing,
Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola
Dana Masyarakat. Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan
pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan
antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional.
Dalam hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank
sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan
moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan
adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada
pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal
penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah.
Pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa
pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan
DPR/DPRD.
Bagaimana dengan Pelaksanaan APBN dan APBD, setelah APBN
ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih
lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian
negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden
tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang
APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian
negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk
tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan
dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota
dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai
perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu
menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli
tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan
tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan
penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan
keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam
undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak
menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan
pemerintah.
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara, salah satu
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Laporan keuangan pemerintah pusat yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku
pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan
yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD,
dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi
kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang
ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang
disediakan (output).
Sebagai konsekuensinya, dalam
undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota,
serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang
telah ditetapkan dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan
sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta
berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan
Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal
bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar
atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab
secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.
Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan
negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
ANALISIS
Birokrasi Keuangan di Indonesia dimulai dengan kelahiran
Paket Undang Undang (UU) Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Dengan keluarnya paket Undang-undang ini akan
mengantisipasi perubahan pengelolaan manajemen keuangan negarayang mengacu
kepada standar akuntansi pemerintahan yang dianut secara internasional dan hal
tersebut juga akan memberikan pengaruh yang besar dalam pelaksanaan manajemen
pemerintahan secara menyeluruh.
Mengidentifikasi kelemahan manajemen Keuangan Negara yang
lama sangat dibutuhkan sehingga bisa terjadi perbaikan sistem manajemen,
kelemahan-kelemahan tersebut antara lain dibidang penganggaran dimana fungsi
perencanaan dan penganggaran masih bersatu, penganggaran dibagi menjadi dua
bagian antara anggaran rutin dan pembangunan, penganggaran hanya terfokus pada
input, dan Hak Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pengawas anggaran belum tersedia
(hak budget). Dalam bidang Pelaksanaan Anggaran adanya duplikasi pekerjaan
karena adanya pemisahan anggaran rutin dan pembangunan, pelaksanaan fungsi
perbendaharaan yang masih jauh dari optimal dimana terdapat banyak idle kas
pemerintah di perbankan akibat pelaksanaan anggaran.
Dalam bidang pembukuan atau akuntasi dan pertanggungjawaban
dimana laporan keuangan hanya dikenal dengan single entry, belum ada yang
namanya Standar Akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan serta belum
efektifnya pemeriksa fungsional dalam mengaudit keuangan negara akibat
kurangnya landasan hukum3.
Reformasi birokrasi untuk keungan negara diterapkan dalam
hulu sampai kehilir. Reformasi dibidang perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan anggaran, sistem penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan kas,
piutang, barang milik negara, pelaporan serta pemeriksaan maka perubahan
perundang-undangan secara menyeluruh untuk Keuangan Negara, dengan menata
kembali sistem penerimaan dan pengeluaran negara, reorganisasi, perubahan
mindset pegawai, peningkatan ketrampilan pegawai, peningkatan kesejahteraan
untuk para pegawai, serta peningkatan sarana infrastruktur kantor.
Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang menggantikan Indische Comptabiliteitswet, staatsblad
1925 Nomor 448 (ICW), diatur hubungan hukum antar institusi dalam lembaga
eksekutif di bidang pelaksanaan Undang-Undang APBN dan APBD. Dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 ini juga mengatur sistem pelaksanaan
pendapatan dan belanja Negara/Daerah, sistem pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran negara/daerah, sistem pengelolaan kas, sistem piutang dan utang
negara/daerah, sistem akuntansi dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD, sistem kerugian negara/daerah, dan sistem pengelolaan badan layanan
umum.
Pandangan tersebut tampaknya didukung pula oleh Richard
Allen dan Daniel Tommasi yang menyatakan bahwa, oleh karena terdapat hubungan
yang erat antara anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan juga
mengingat bahwa pengeluaran daerah, pajak daerah, maupun kebijakan pinjaman
daerah memiliki implikasi yang besar terhadap kinerja perekonomian dan fiskal
suatu negara, desain dan penerapan kebijakan tersebut merupakan kewenangan
pemerintah pusat, dalam hal ini menteri keuangan4.
Terjadi perubahan paradigma di Kementerian Keuangan dari
financial administration ke financial management dengan tema let managers manage
serta dibuat sistem pengendalian dengan istilah check and balance mechanism dan
diakhir pekerjaan dihasil laporan keuangan akuntansi modern yang sesuai dengan
standar internasional.
Fungsi otorisasi dihapuskan, karena telah menjadi bagian
hak budget DPR, fungsi ordonansi diserahkan kepada pengguna/kuasa pengguna
anggaran kementerian dan lembaga dan fungsi komptabel menjadi wewenang Menteri
Keuangan dan dalam penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran yang dikenal dengan
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) memuat unsur-unsur sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program, rincian kegiatan, anggaran yang disediakan, rencana
penarikan dan pendapatan yang diperkirakan diterima.
SIMPULAN
Dari gambaran diatas, reformasi hukum keuangan negara makin
memberikan gambaran bahwa benar-benar terjadi perbaikan hukum keuangan negara
secara signifikan Kompleksnya perbaikan-perbaikan yang dilakukan dari sistem
keuangan negara, tata kerja lembaga yang menangani keuangan negara serta
pengguna anggaran sampai akhir dari sistem keuangan negara yaitu
pertanggungjawaban dan laporan keuangan diharapkan reformasi hukum keuangan
akan memberikan pengurangan kerugian negara dari korupsi dari
kelemahan-kelemahan sistem perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, laporan
keuangan serta pertanggungjawaban bisa dikurangi dengan signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar